Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemenag KSB: Oknum Diduga Tawarkan Posisi dengan Bayaran Puluhan Juta Rupiah ‎

(Foto Ilustrasi Jual Beli Jabatan)

Taliwang, Sumbawa Barat — Isu tak sedap kembali mencuat dari lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Sejumlah sumber internal mengungkap adanya dugaan jual beli jabatan yang melibatkan oknum di tubuh Kemenag setempat. Praktik tersebut diduga mencakup penjualan posisi penting seperti Kasi Haji, Kasubag Tata Usaha, dan Kasi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (PAKIS) yang hingga kini masih kosong.

‎Menurut informasi yang dihimpun, beberapa pihak mengaku didatangi oleh oknum yang mengatasnamakan pejabat Kemenag untuk menempati jabatan tersebut. Namun, syaratnya bukanlah kompetensi atau prestasi, melainkan pembayaran sejumlah uang dengan kisaran antara Rp40 juta hingga Rp75 juta.

‎Seorang narasumber pertama yang enggan disebutkan namanya mengaku pernah ditawari untuk mengisi posisi struktural di Kemenag KSB dengan syarat menyerahkan uang pelicin.

‎“Saya didatangi oleh orang yang mengaku dekat dengan pejabat di Kemenag. Katanya, kalau mau isi jabatan Kasi yang kosong, cukup siapkan 40 sampai 75 juta. Katanya, ini sudah jadi hal biasa. Jujur saya kaget dan kecewa,” ungkapnya kepada media ini. Senin (20/10/2025).

‎Ia juga menambahkan bahwa banyak ASN di lingkungan Kemenag KSB yang sebenarnya memiliki kompetensi mumpuni untuk menempati jabatan tersebut. Namun, karena tidak mampu “membayar”, akhirnya posisi itu di duga sengaja di biarkan kosong dan akan diberikan kepada pihak lain yang memiliki uang.

‎“Ada banyak orang berintegritas dan kompeten, tapi karena tidak punya uang, mereka disingkirkan. Jabatan seolah jadi barang dagangan. Ini sangat mencederai prinsip keadilan,” tambahnya.

‎Sementara itu, narasumber kedua, mengungkap praktik lain yang tak kalah mengejutkan. Menurutnya, bukan hanya jabatan kosong yang dijual, tetapi mutasi pegawai pun harus ditebus dengan uang.

‎“Kalau ada ASN yang ingin pindah tugas ke KSB atau dari KSB ke tempat lain, katanya harus bayar antara 30 juta sampai 70 juta rupiah. Alasannya untuk mengurus administrasi dan tanda tangan di atas,” jelasnya.

‎Ia juga menyebut bahwa beberapa jabatan yang sudah terisi pun tak luput dari praktik transaksional.

‎“Bahkan posisi Kepala KUA dan Kepala Madrasah Tsanawiyah juga bisa ‘dibeli’. Harga yang disebutkan bisa sampai 75 juta rupiah,” ujarnya dengan nada kecewa.

‎Dugaan praktik jual beli jabatan di Kemenag KSB ini menimbulkan keresahan di kalangan ASN dan masyarakat. Banyak yang menilai, praktik semacam ini bukan hanya melanggar etika birokrasi, tetapi juga bertentangan dengan hukum dan merusak integritas lembaga keagamaan yang seharusnya menjadi teladan moral.

‎Menurut narasumber pertama, dugaan praktik ini sudah menjadi rahasia umum di lingkungan Kemenag KSB, namun sulit dibuktikan karena dilakukan secara tertutup.

‎“Transaksi biasanya dilakukan lewat perantara, bukan langsung. Jadi kalau ditanya bukti, pasti susah. Tapi kami yang di dalam tahu bagaimana mekanismenya berjalan,” ujarnya.

‎Ia juga berharap agar Kementerian Agama Pusat dan aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki kasus ini secara transparan.

‎“Kalau ini terus dibiarkan, lembaga agama akan kehilangan marwahnya. Kami harap KPK atau Inspektorat Jenderal Kemenag bisa turun memeriksa,” katanya tegas.

‎Sementara itu, narasumber kedua juga menyampaikan keprihatinannya terhadap generasi ASN muda yang melihat kondisi ini.

‎“Bayangkan, ASN muda yang baru belajar integritas justru disuguhi contoh buruk. Mereka jadi berpikir kalau mau naik jabatan, ya harus bayar. Ini bahaya bagi masa depan birokrasi,” tuturnya.

‎Ia menegaskan bahwa praktik jual beli jabatan adalah bentuk nyata korupsi struktural yang bisa menghancurkan sistem meritokrasi di pemerintahan.

‎“Kalau jabatan bisa dibeli, berarti orang tidak berkompeten bisa menduduki posisi strategis. Dampaknya ke pelayanan publik pasti buruk,” tambahnya.

‎Terpisah, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sumbawa Barat, H. Lalu Suhaili Fathanah, S.Pd., menegaskan tidak pernah terlibat dalam praktik percaloan jabatan. Pernyataan ini disampaikan saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (21/10/2025).

"Yang jelas, saya tidak pernah melakukan hal seperti itu. Jika ada yang mengatakan ada calo jabatan terkait posisi yang kosong, itu di luar sepengetahuan saya, kemungkinan adanya pihak yang memanfaatkan situasi tersebut tidak bisa dihindari," ujarnya.

Lalu Suhaili menjelaskan bahwa dirinya memiliki kewajiban untuk mengusulkan pengisian jabatan kosong. Namun, proses tersebut dilakukan melalui tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Tim Baperjakat yang melakukan rapat dan menganalisis seluruh ASN di lingkungan Kemenag, sesuai dengan SOP yang berlaku.

Setelah tim Baperjakat menemukan ASN yang kompeten dan berpotensi, usulan tersebut disampaikan ke Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag NTB. "Kanwil yang memiliki keputusan selanjutnya. Saya tidak memiliki wewenang lebih dari itu," tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa dirinya tidak memiliki dasar untuk menarik orang karena wewenangnya tidak sampai pada tingkat tersebut.

Lalu Suhaili mengakui bahwa Kemenag KSB memiliki beberapa kekosongan jabatan strategis. Namun, peran Kemenag KSB hanya sebatas mengusulkan. Kekosongan jabatan ini diakui mempersulit pelayanan. "Saat ini, posisi-posisi tersebut diisi oleh Pelaksana Tugas (PLT) dari Kasi lain di Kemenag KSB, sehingga banyak yang merangkap jabatan." tutupnya.

Untuk diketahui, dari sisi regulasi, praktik jual beli jabatan — jika benar terjadi — termasuk pelanggaran berat dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. (Hen).