Sumbawa Barat – Forum Komunikasi Pemuda Pasak Mantar (FKPPM) angkat bicara terkait peristiwa yang terjadi di Villa Bukit Samudra, Desa Kertasari, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Mereka menegaskan bahwa keributan yang melibatkan warga dan seorang WNA berinisial JC bukanlah tindakan pengeroyokan terencana, melainkan reaksi spontan akibat sikap JC yang dinilai tidak menghargai warga setempat.
Ketua FKPPM, Supardi, S.P, menjelaskan bahwa pihaknya menolak keras narasi yang menyebut adanya dalang atau aktor tertentu di balik kejadian tersebut. Menurutnya, framing seperti itu tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi merusak marwah masyarakat lokal. “Kejadian itu murni dipicu oleh perilaku JC sendiri yang memancing emosi warga. Jadi jangan ada yang coba menggiring opini seakan-akan ini aksi terorganisir,” tegas Supardi. Sabtu (13/09/2025).
Ia menambahkan, aparat penegak hukum (APH) sebaiknya tidak terburu-buru menarik kesimpulan yang berpotensi merugikan masyarakat Tua Nanga maupun warga KSB pada umumnya. Supardi menilai bahwa proses hukum harus dijalankan secara adil, tanpa mengorbankan citra warga yang selama ini dikenal ramah dan terbuka terhadap para pendatang.
FKPPM pun mendesak agar warga yang saat ini ditahan pasca insiden tersebut segera dibebaskan. Menurut Supardi, langkah itu penting demi menjaga rasa keadilan, sekaligus mencegah timbulnya stigma negatif terhadap masyarakat lokal. “Warga kami hanya bereaksi spontan, tidak ada skenario tertentu. Jangan sampai mereka yang justru menjadi korban framing,” ujarnya.
Lebih jauh, FKPPM menyoroti keberadaan JC yang disebutnya tidak memberi kontribusi positif bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan informasi yang mereka himpun, villa milik JC justru menimbulkan keresahan. “Daripada membawa manfaat, keberadaan JC malah kerap menimbulkan masalah. Dari kasus kemarin saja jelas terlihat ia memprovokasi hingga terjadi keributan,” ucap Supardi.
FKPPM menegaskan, berinvestasi di KSB tentu sangat diharapkan, namun bukan berarti investor bisa bertindak semaunya. Setiap investor wajib menghormati aturan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat lokal. “Kami sangat terbuka dengan siapa pun yang mau membangun KSB. Tapi bukan berarti bisa seenaknya menyepelekan warga,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Supardi mendesak pemerintah daerah dan aparat terkait untuk lebih peka terhadap keberadaan WNA di KSB. Ia bahkan mendorong agar izin usaha JC dievaluasi, sekaligus mempertimbangkan opsi pemulangan atau deportasi sesuai peraturan yang berlaku. “Investor yang tidak punya rasa hormat kepada masyarakat tidak layak berada di sini. Kami minta pemerintah serius mempertimbangkan deportasi JC,” tegasnya.
Menurut FKPPM, langkah tegas terhadap JC juga penting untuk menjaga kondusifitas daerah. Jika tidak ditangani dengan adil, kasus ini dikhawatirkan bisa memicu keresahan lebih luas. “Kami ingin KSB tetap damai. Jangan sampai ada pihak asing yang justru merusak harmoni sosial yang selama ini terjaga baik,” kata Supardi.
Selain itu, Supardi menilai kasus ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah daerah dalam mengelola arus investasi asing. Menurutnya, seleksi terhadap investor yang masuk ke KSB perlu diperketat agar benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat. “Jangan sampai KSB hanya jadi tempat bisnis yang tidak memberi dampak positif. Kehadiran investor harus sejalan dengan kepentingan masyarakat lokal,” ujarnya.
Dengan pernyataan tegas ini, FKPPM berharap aparat hukum dan pemerintah KSB dapat bersikap bijak sekaligus melindungi nama baik masyarakat. Mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan. “Mari kita jaga KSB tetap aman, damai, dan bermartabat,” tutup Supardi. (Hen).