Proyek Jalan di Menala Sumbawa Barat Sisakan Duka: Pekerja dan Warga Belum Terima Hak Pembayaran

Taliwang, Sumbawa Barat — Proyek pembangunan rekontruksi Jalan Ikhsan Zainuddin dan Jalan Melati di Kelurahan Menala, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), kini menyisakan kisah pilu bagi para pekerja dan warga sekitar. Proyek bernilai Rp 2,68 miliar yang bersumber dari APBD Perubahan 2024–2025 KSB tersebut memang telah rampung secara fisik, namun hingga kini upah para pekerja dan sejumlah tagihan warga belum juga dibayar oleh pihak kontraktor pelaksana, CV. Putra Bungsu.

‎Kending, salah seorang pekerja proyek, mengaku sangat kecewa dengan sikap perusahaan yang menurutnya tidak bertanggung jawab terhadap hak-hak para buruh. Ia mengatakan, sejak proyek tersebut selesai dikerjakan, tidak ada kejelasan mengenai sisa pembayaran upah yang dijanjikan.

‎“Kami sudah kerja siang malam, panas hujan kami hadapi, tapi sampai sekarang uang kami belum dibayar. Padahal proyeknya sudah selesai, jalan sudah dipakai masyarakat,” ungkap Kending dengan nada kecewa, saat diwawancarai, Senin (03/11/2025) pagi.

‎Menurutnya, bukan hanya dirinya yang mengalami hal tersebut. Puluhan pekerja lain, mulai dari operator alat berat hingga buruh kasar, juga belum menerima pembayaran secara penuh. Mereka mengaku sudah berulang kali mencoba menghubungi pihak perusahaan, namun tidak pernah mendapat tanggapan yang pasti.

‎“Harapan kami cuma satu, kami ingin Bupati Sumbawa Barat turun tangan dan bantu kami mendapatkan hak kami. Ini bukan soal besar kecilnya uang, tapi soal keadilan bagi kami yang sudah bekerja keras,” tambah Kending.

‎Keluhan serupa disampaikan Mukhlis, salah satu pekerja lainnya. Ia mengaku bersama beberapa rekannya pernah menyampaikan persoalan ini kepada pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) KSB, namun tidak ada tindak lanjut yang jelas.

‎“Kami sudah datang ke PUPR, tapi mereka bilang itu bukan tanggung jawab mereka karena yang mengerjakan pihak ketiga. Kami bingung, kalau begitu siapa yang harus kami datangi?” ujarnya.

Mukhlis menambahkan, kesulitan bertambah karena pemilik CV. Putra Bungsu berasal dari luar daerah, sehingga para pekerja kesulitan untuk mencari dan menuntut hak mereka. “Kami tidak tahu harus ke mana mencari orangnya. Kalau perusahaan lokal mungkin masih bisa dicari, tapi ini dari luar. Kami hanya ingin keadilan,” ujarnya lirih.

‎Masalah pembayaran ternyata tidak hanya menimpa para pekerja, tetapi juga pemilik warung dan kios kecil yang berada di sekitar lokasi proyek. Mereka turut menjadi korban karena banyak pekerja yang berutang kebutuhan harian atas seizin pihak perusahaan.

‎Salah satu pemilik warung di Jalan Melati yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa ia memperbolehkan para pekerja berutang karena sebelumnya sudah mendapat jaminan dari pihak perusahaan. “Waktu itu mereka bilang boleh utang dulu, nanti dibayar sama pemilik perusahaan setelah proyek selesai. Saya percaya karena mereka kerja proyek pemerintah,” katanya.

‎Namun hingga proyek selesai dan para pekerja meninggalkan lokasi, utang tersebut tidak pernah dilunasi. “Bukan cuma saya, hampir semua warung di jalan ini juga sama. Mereka semua dijanjikan akan dibayar, tapi sampai sekarang tidak ada kabar,” lanjutnya dengan wajah kecewa.

‎Menurut pengakuannya, total utang yang belum dibayar dari pekerja dan pihak proyek mencapai jutaan rupiah. Beberapa pemilik kios bahkan mengalami kerugian cukup besar karena menyediakan barang kebutuhan harian dengan sistem bon berdasarkan kepercayaan.

‎“Awalnya kami senang ada proyek ini karena ekonomi jadi bergerak, tapi ternyata malah meninggalkan masalah. Sekarang kami yang harus menanggung kerugiannya,” ucap salah satu pemilik kios lainnya.

‎Warga berharap pemerintah daerah, terutama Dinas PUPR dan Inspektorat KSB, tidak tinggal diam. Mereka meminta dilakukan audit dan klarifikasi terhadap CV. Putra Bungsu serta menelusuri mengapa pembayaran kepada pekerja dan masyarakat tidak segera dituntaskan, padahal proyek sudah dinyatakan selesai.

‎“Kalau proyek sudah selesai dan dibayar oleh pemerintah, kenapa pekerja dan warga belum menerima haknya? Ini harus diselidiki. Jangan sampai ada praktik yang tidak transparan di balik proyek ini,” kata salah satu tokoh masyarakat Menala.

‎Kasus ini menambah daftar panjang persoalan sosial akibat lemahnya pengawasan proyek pemerintah daerah, di mana perusahaan pelaksana sering kali lepas tanggung jawab begitu pekerjaan rampung. Masyarakat menilai, kontraktor seperti ini seharusnya dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) agar tidak lagi memenangkan tender di masa mendatang.

‎Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak CV. Putra Bungsu maupun Dinas PUPR KSB terkait keterlambatan pembayaran upah dan tagihan warga. Namun, masyarakat berharap persoalan ini segera mendapat perhatian serius dari Bupati Sumbawa Barat agar kepercayaan publik terhadap proyek pemerintah tidak semakin terkikis.