FKPPM Desak Penegakan Hukum yang Adil dalam Kasus Perkelahian WNA Prancis dengan Warga Lokal

Taliwang, Sumbawa Barat – Ratusan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, serta perwakilan warga Desa Tua Nanga dan Desa Kertasari kembali mendatangi Polres Sumbawa Barat pada Selasa (23/09/2025). Kedatangan mereka terkait insiden perkelahian antara seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Prancis bernama Julian dengan tiga warga lokal di kawasan Hotel Bukit Samudra, Kecamatan Taliwang.

Ketua Forum Komunikasi Pemuda Pasak Mantar (FKPPM), Supardi, SP, yang turut hadir dalam pertemuan itu menegaskan, kasus ini harus ditangani secara adil dan komprehensif, bukan hanya melihat pada tindakan akhir perkelahian. Menurutnya, dari keterangan saksi dan otoritas desa, insiden tersebut dipicu oleh sikap provokatif Julian yang memancing emosi warga.

“Fakta di lapangan jelas. Warga awalnya datang baik-baik untuk menanyakan komitmen perusahaan yang dipimpin Julian. Namun, justru sikapnya yang arogan dan menantang membuat situasi menjadi ricuh. Jadi jangan sampai perkara ini dipelintir seolah warga lokallah yang sepenuhnya bersalah,” tegas Supardi.

Ia menambahkan, Julian sebagai Direktur Utama perusahaan yang berinvestasi di KSB juga dinilai tidak beritikad baik. Hal ini terlihat dari banyaknya kewajiban administrasi yang belum dipenuhi. “Seorang investor seharusnya membawa manfaat, bukan masalah. Kalau sejak awal saja arogan, bagaimana mungkin dia bisa membawa kontribusi positif untuk masyarakat?” ujarnya.

Lebih lanjut, Supardi meminta penyidik Polres Sumbawa Barat untuk berhati-hati dalam menangani kasus ini. Ia mengingatkan agar aparat tidak hanya fokus pada actus reus (perbuatan pidana), tetapi juga harus mendalami mens rea (niat atau motif di balik perbuatan). “Kalau kita telusuri, motif utamanya jelas. Perkelahian itu bukan murni karena niat warga untuk melakukan kekerasan, melainkan karena provokasi verbal dan tindakan Julian yang memancing emosi. Jadi ada faktor culpa atau kelalaian dari pihak WNA itu sendiri,” jelasnya.

Supardi juga menyoroti pentingnya keadilan dalam proses hukum, terutama bagi tiga warga lokal yang kini berstatus tersangka, yakni Samsul Bahri (warga Tua Nanga), Sapronal, dan Madis Arian Saputra (warga Kertasari). Menurutnya, ketiga warga tersebut telah menunjukkan sikap kooperatif selama proses penyelidikan dan penyidikan.

“Sejak awal proses hukum berjalan, ketiga warga lokal ini sangat proaktif. Mereka tidak pernah mangkir, selalu memenuhi panggilan penyidik, dan menunjukkan komitmen untuk mengikuti aturan yang berlaku. Jadi, sudah seharusnya permohonan penangguhan penahanan dikabulkan,” ujar Supardi.

Ia menekankan bahwa penjamin dalam penangguhan penahanan bukan pihak sembarangan, melainkan pemerintah desa setempat. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kepolisian untuk menolak permohonan tersebut. “Kalau desa sudah menjamin, artinya ada tanggung jawab moral dan sosial yang dipegang. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan,” tambahnya.

Supardi juga mengingatkan agar kasus ini tidak dipengaruhi oleh tekanan pihak luar atau framing yang menyudutkan warga lokal. “Kami menolak segala bentuk framing yang seakan-akan ada dalang di balik aksi warga. Insiden ini murni reaksi spontan atas sikap provokatif Julian. Jangan sampai nama baik masyarakat KSB tercoreng karena narasi sepihak,” tegasnya.

Sebagai penutup, Supardi meminta semua pihak untuk menjaga kondusivitas daerah. Namun ia juga menegaskan, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus lebih selektif terhadap keberadaan investor asing. “KSB tentu terbuka bagi investasi, tetapi bukan berarti investor boleh semena-mena. Kalau ada WNA yang justru menimbulkan keresahan, sudah selayaknya dipertimbangkan opsi deportasi sesuai aturan,” pungkasnya. (Hen).