Fraksi PPP-PKB Soroti Ketergantungan Ekonomi Tambang dan Strategi APBD 2026

Taliwang, Sumbawa Barat - Fraksi Hijau PPP-PKB DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) memberikan sejumlah sorotan tajam terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Tahun Anggaran 2026 dalam sidang paripurna yang digelar di Gedung DPRD KSB. Dalam pandangan umumnya, fraksi ini menekankan pentingnya kesiapan pemerintah daerah menghadapi era pasca-tambang dan penguatan sektor ekonomi alternatif.

Juru Bicara Fraksi Hijau PPP-PKB, Andi Laweng, menyampaikan bahwa dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) serta Nota Keuangan yang diajukan pemerintah menjadi acuan penting dalam menyusun arah kebijakan fiskal daerah. “Dokumen ini merupakan fondasi dalam pembahasan bersama Badan Anggaran DPRD. Kami menilai, secara umum Raperda APBD 2026 sudah mengakomodir kebijakan pembangunan nasional, provinsi, dan kabupaten. Namun, masih ada sejumlah catatan penting yang perlu dijawab pemerintah,” tegas Andi Laweng, Kamis (18/9/2025).

Dalam rancangan tersebut, pendapatan daerah direncanakan sebesar Rp1,51 triliun, dengan rincian:

Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp159 miliar

Dana Transfer Pusat dan Antar Daerah: Rp1,178 triliun

Pendapatan Lain-lain yang Sah: Rp174 miliar

Sementara itu, belanja daerah dirancang mencapai Rp1,71 triliun, dialokasikan untuk berbagai program prioritas daerah, hasil Musrenbang, serta belanja wajib yang meliputi:

Pendidikan minimal 20%

Dana Desa 10% dari DBH dan DAU

Infrastruktur minimal 40%

Belanja rutin, Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pelayanan dasar lainnya.

Namun, Fraksi Hijau PPP-PKB menyoroti adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2025 sebesar Rp200 miliar yang hingga kini tidak dialokasikan dalam pengeluaran pembiayaan APBD 2026.

“Idealnya, SILPA mendekati nol. Jika tidak diarahkan pada pembiayaan produktif, maka perlu dijelaskan apa manfaat riilnya bagi pembangunan daerah,” sindir Andi Laweng.

Lebih lanjut, Fraksi Hijau PPP-PKB juga menyoroti ketergantungan ekonomi daerah terhadap sektor pertambangan, khususnya pada aktivitas PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Menurut Andi, kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi daerah sangat fluktuatif. “Pada tahun 2021 dan 2023, pertumbuhan ekonomi daerah bahkan tercatat negatif, masing-masing sebesar -0,33 persen dan -10,37 persen. Ini sangat mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Fraksi mendesak pemerintah daerah untuk segera menyiapkan strategi jangka panjang menuju stabilitas ekonomi pasca-tambang 2030. Andi menyebut, revitalisasi sektor pertanian, baik pangan, peternakan, maupun perikanan, harus dipacu bersama industri pengolahan berbasis hasil pertanian serta pengembangan pariwisata berbasis budaya dan alam.

“Sektor-sektor ini harus menjadi prioritas dengan pendekatan agribisnis dan penyerapan tenaga kerja eks tambang. Jangan sampai kita gagap ketika masa emas tambang berakhir,” tegasnya.

Fraksi PPP-PKB juga meminta pemerintah memperkuat perencanaan fiskal agar lebih realistis dan berorientasi pada keberlanjutan ekonomi. Menurutnya, kebijakan daerah harus diarahkan untuk membangun kemandirian fiskal dan daya tahan ekonomi dalam menghadapi perubahan struktur ekonomi pasca-tambang.

“Raperda APBD 2026 ini sudah cukup sinkron dengan arah kebijakan nasional dan provinsi, namun tantangan terbesar kita bukan sekadar sinkronisasi, melainkan kesiapan menghadapi masa depan,” pungkas Andi Laweng.

Ia menutup pandangan fraksinya dengan pesan tegas: “Pemerintah harus bersiap. Masa emas tambang akan berakhir, dan Sumbawa Barat tidak boleh kehilangan arah dalam menjaga ketahanan ekonominya.” (Hen).